Foto ilustrasi |
Lalu apa dasarnya menerima dan mempercayai hari kenaikan tersebut?
Sebenarnya, jika mau mempercayainya, ada satu bagian Alkitab yang sangat
jelas menuliskan kisah tsb. Dokter Lukas dengan sangat jelas dan cukup
detail menuliskan kisah tersebut pada volume kedua dari tulisannya,
yaitu pada Kisah Para Rasul 1:6-11.
Berdasarkan kisah tersebut di atas, kita dapat belajar beberapa hal penting.
Pertama, kenaikan Yesus tsb menegaskan akan fakta kebangkitanNya.
Dengan sangat jelas dokter Lukas menuliskan bahwa kenaikan Tuhan
Yesus tersebut merupakan satu kesatuan dengan kematian dan
kebangkitanNya. Hal itulah yang ditulisnya, menjadi latar belakang dari
kisah kenaikan tersebut. Menarik sekali bagaimana dokter Lukas memulai
kitab Kisah Para Rasul tsb. Dia menulis: “Hai Teofilus, dalam bukuku
yang pertama aku menulis tentang segala sesuatu yang dikerjakan dan
diajarkan Yesus, sampai pada hari Ia terangkat (1:1-2). Jadi, dokter
Lukas tidak hanya menulis pende ritaan, kematian dan kebangkitan Yesus,
tetapi SAMPAI PADA HARI IA TERANGKAT. Dalam ayat berikutnya kita membaca
bagaimana kisah kebangkitan Yesus merupakan satu fakta sejarah, dan
bukan ilusi semata. Hal itu dengan jelas dinyatakan dengan pembuktian
Yesus sendiri bahwa Dia hidup. Hal itu juga menjadi sorotan dokter
Lukas, seolah-olah dia sedang mengantisipasi adanya orang-orang yang
meragukan dan menolak kebangkitan tsb. “Kepada mereka Ia menunjukkan
diri-Nya setelah penderitaan-Nya selesai, dan dengan banyak tanda Ia
MEMBUKTIKAN, bahwa IA HIDUP. Sebab selama empat puluh hari Ia
berulang-ulang menampakkan diri dan berbicara kepada mereka tentang
Kerajaan Allah. (3). Penampakan diri dalam waktu yang cukup lama, yaitu
selama 40 hari dan kepada orang yang berbeda-beda, tentu jauh dari
tuduhan sementara orang, bahwa itu ad alah halusinasi. Dengan demikian,
kita melihat bahwa kenaikan Yesus tersebut menjadi PEMBUKTIAN
selanjutnya bahwa Yesus yang mati itu, benar-benar telah bangkit; karena
hanya orang yang sudah bangkitlah dapat naik ke surga. Tanpa
kebangkitan tidak akan pernah ada kenaikan. Jadi, Yesus bukan saja
bangkit dari kubur, sesuatu yang belum dimiliki oleh pendiri-pendiri
agama lain. Tapi lebih dari situ, Dia juga telah naik ke surga. Dia naik
melampaui segala sesuatu. Dengan demikian, apa yang diberitakanNya
selama 40 hari secara terus menerus, yaitu tentang KERAJAAN ALLAH,
bukanlah sebuah ilusi atau impian semata. Dalam kenyataannya, apa yang
Dia khotbah tersebut, sebentar lagi, Dia akan dan sedang menuju ke sana.
Kedua, kisah kenaikan tsb menunjukkan betapa pentingnya tugas memberitakan Injil.
Hal itu terlihat dengan sangat jelas di dalam cara dan metode
penulisan Lukas tsb. Di dalam ayat 9 kita membaca: “Sesudah Ia
mengatakan demikian, terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan
menutupNya dari pandangan mereka”. Jadi, kita membaca bahwa Tuhan Yesus
terangkat “sesudah Ia mengatakan demikian”. Mengatakan apa? Jawabnya ada
pada ayat 8: “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke
atas kamu, dan kamu akan menjadi SAKSIKU di Yerusalem dan di seluruh
Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Dengan perkataan lain,
pesan atau perintah terakhir yang diberikan oleh Tuhan Yesus SEBELUM
kenaikanNya ke surga adalah agar menjadi saksiNya. Hal itu dimulai dari
tempat di mana mereka berada (Yerusalem), meluas ke seluruh propinsi (
Judea) hingga seluruh bumi. Penting untuk diamati bahwa kota Samaria,
yang biasanya dihindari oleh orang-orang Yahudi juga disebut. Dengan
demikian, tidak ada daerah atau kota di mana Injil tidak diberitakan.
Jadi, dari hal di atas kita melihat bahwa penginjilan bukan sesuatu yang
boleh ada atau tidak. Tugas memberitakan Injil diberikan oleh Yesus
sebagai sebuah KEHARUSAN. Hal itu juga yang pernah ditegaskan oleh salah
seorang rasul besar bernama Paulus. “Celakalah aku jika aku tidak
memberitakan Injil” (1Kor.9:16b).
Kiranya kenyataan tsb cukup bagi kita untuk menyingkirkan segala
teori dan usaha untuk mengurangi semangat kita untuk memberitakan Injil.
Kiranya perintah Tuhan Yesus tsb yang diberikan PERSIS SEBELUM
kenaikanNya ke surga kita nilai dan sikapi SEMAKIN SERIUS. Dengan
demikian, dengan segala doa, dana dan daya, kita kerahkan untuk
meresponi perintah tsb. Jika kita amati pasal-pasal berikutnya, memang
kita melihat bagaimana rasul-rasul dan orang percaya sangat serius
melakukan tugas penginjilan tsb. Karena itulah kita dapat membaca
statistik Lukas mengenai pertumbuhan Gereja yang sedemikian pesat. Lukas
memulai dengan 120 orang (Kis.1:15), selanjutnya sebagai hasil KKR
(kebaktian kebanguna rohani) yang dipimpin rasul Petrus, jemaat menjadi
3000 (tiga ri bu) jiwa (2:41). Jumlah tsb meningkat lagi secara tajam
menjadi “kira-kira 5000 (lima ribu) orang LAKI-LAKI” (4:4). Jadi, jumlah
besar tsb, belum termasuk perempuan. Pertumbuhan jemaat terus terjadi.
Karena itu, rupanya, dokter Lukas kewalahan untuk memberikan statistik
detail. Itulah sebabnya, jumlah angka yang jelas, terakhir kita temukan
pada Kisah 4 tsb, di mana selanjutnya dokter Lukas menggunakan istilah
“jumlah murid makin bertambah” (6:1)
Selanjutnya, dari kisah tersebut di atas, kita perlu mewaspadai dua
hal. Pertama, kita membaca satu PEERTANYAAN ANEH yang diberikan kepada
Yesus. “Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi
Israel?” (6). Pertanyaan tersebut diberikan bukan pada awal pelayanan
Yesus, tetapi justru di akhir, yaitu pada saat-saat terakhir di mana
kenaikan Yesus tinggal dalam hitungan detik. Apakah yang ada dalam
pikiran orang banyak ketika itu? Soal pemulihan KERAJAAN ISRAEL! Bukan
soal KERAJAAN ALLAH, sebagaimana hal itu terus menerus ditegaskan dan
ditekankan Yesus selama sisa 40 (empat puluh) hari Dia tinggal di dunia.
Sungguh menyedihkan. Dengan perkataan lain, orang yang berkumpul di
situ hingga detik terakhir mereka bersama Yesus masih terus mener us
berpusat kepada hal-hal duniawi, bukan kepada hal-hal surgawi. Itulah
sebabnya kemudian Tuhan Yesus menegur mereka dan untuk saat terakhir
kembali mengarahkan hati dan pikiran mereka kepada KERAJAAN ALLAH, yaitu
untuk memberitakan Injil (8).
Hal tersebut juga menjadi pelajaran dan koreksi bagi kita agar kita
memeriksa diri kita masing-masing. Setelah kita mengenal Tuhan Yesus dan
mendengar segala pengajaranNya, sejauh mana hati dan pikiran kita
semakin menyatu dengan visi dan ambisi ilahi. Sejauh mana hati kita
bersemangat serta berkobar-kobar dalam hal PENGGENAPAN KERAJAAN ALLAH
tsb. Apakah doa, dana dan diri kita sudah semakin terpusat untuk hal
tsb? Jika ternyata, kita masih memiliki ambisi2 duniawi bahkan semakin
dikuasai oleh ambisi-ambisi demikian, biarlah kita dengan segera
membuang dan meninggalkan itu dan dengan segala kerendahan hati memohon
rahmatNya agar RohNya bekerja menguasai diri kita untuk hidup menjadi
saksiNya (8).
Hal kedua yang perlu kita waspadai adalah SIKAP ANEH yang ditunjukkan
oleh umat di ayat 10. “Ketika mereka sedang menatap ke langit waktu Ia
naik itu, tiba-tiba berdirilah dua orang yang berpakaian putih dekat
mereka”. Apa maksud ayat tsb? Di sana firman Tuhan mencatat bahwa mereka
yang berkumpul ketika itu “sedang menatap ke langit” (kai hos
atenizontes esan eis ton ouranon).
Barangkali ada yang bertanya: “Apa salahnya menatap ke langit?
Bukankah itu mencerminkan kekaguman mereka kepada Yesus, Tuhan mereka?
Bukankah itu juga mencerminkan kerinduan mereka kepada Yesus, di mana
mereka ingin terus bersama-sama dengan Tuhannya? Jika itu yang menjadi
pertanyaan kita, maka ternyata hal itu adalah sala2h. Salah bukan
menurut saya, tetapi menurut Tuhan. Setidaknya hal itu kita lihat dengan
jelas dari kisah tsb. Kita melihat dii sana bahwa Tuhan ‘terpaksa’
harus mengutus “dua orang yang berpakai n putih” untuk menegur mereka
dan berkata: “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat
ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan
datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke
sorga.” (11).
Sebenarnya, saya sependapat bahwa tidak salah mengagumi dan
merindukan kebersamaan dengan Yesus. Saya justru melihat bahwa hal itu
harus kita lakukan dan kita tumbuh kembangkan. Kita jangan menjadi orang
yang cuek dan tidak perduli kepada Yesus yang telah sedemikian baik dan
berbuat segalanya bagi kita. Jangan juga kita biarkan hati ki369dingin
dan membeku sehingga tidak bergairah dan tidak merindukan Yesus. Saya
melihat bahwa yang menjadi masalah adalah ketika mereka terus menerus
mengagumi dan merindukan Yesus dengan “menatap ke langit”, sedemikian
rupa, sehingga mereka melupakan tugas yang telah diberikan kepada
mereka, yaitu untuk pergi segera. Pergi bukan untuk diri sendiri, tetapi
untuk bersaksi bagi Dia, yang mereka kagumi tsb. Bersaksi untuk
memberitakan KERAJAAN ALLAH di Yerusalem, seluruh Judea dan Samaria…
sampai ke ujung bumi. Itulah sebabnya kedua orang utusan tsb harus turun
dan ‘mengusir’ mereka dari bukit kemuliaan, yaitu tempat Yesus naik ke
surga tsb.
Jadi, ada dua hal yang harus kita waspadai. Pertama, agar kita jangan
hidup ‘terlalu’ duniawi, sehingga kita hanya memikirkan kerajaan
duniawi, yaitu pemulihan ‘kerajaan-kerajaan’ kita. Terus berpikir dan
bertanya tentang pekerjaan kita, business kita, sehingga kita lupa akan
Kerajaan Allah. Kedua, agar kita jangan hidup ‘terlalu’ rohani, dengan
terus menerus memandang ke langit. Terus menerus beribadah, dari satu
tempat ibadah ke tempat ibadah yang lain; sedemikian rupa, sehingga kita
melupakan tugas kita untuk bersaksi bagi dunia, untuk terlibat di dalam
dunia, melakukan segala sesuatu secara kongkrit, demi pemulihan dunia
ini.
By: http://renungankesaksian.wordpress.com/tag/kenaikan-yesus-kristus/
By: http://renungankesaksian.wordpress.com/tag/kenaikan-yesus-kristus/
Posting Komentar