Pohon Sagu |
"Sagu yang ada di sejumlah kampung di Sentani bisa punah karena perluasan pembangunan dan pelebaran jalan," kata Diego Ibo, warga Kampung Netar, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua
Menurut dia, sejak adanya perluasan pembangunan rumah toko, pemukiman dan sejumlah gedung lainya serta pelebaran jalan Sentani-Abepura, hutan sagu yang ada di sejumlah kampung terkena imbasnya.
Seperti dikampung Netar, kampung Harapan dan Asei Kecil, hampir tiap tahunnya terus ditebang ataupun digusur oleh warga dan pengusaha. "Karena pembangunan, hutan sagu di daerah kami terus berkurang," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Eksekutif Forum Kerjasama (Foker) LSM Papua, Lienche F Maloali, menyesalkan adanya penebangan dan penggusuran hutan sagu di sepanjang kampung Harapan hingga kampung Asei Kecil Sentani,Papua.
"Kami menilai penebangan ataupun penggusuran hutan sagu itu tidak meneraplan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)," katanya.
Ia berpendapat, dengan adanya pembangunan ataupun pelebaran jalan arah Sentani-Abepura dengan melakukan penimbunan material tanah ke sejumlah hutan sagu yang ada di beberapa kampung tersebut dalam kurun waktu dua - tiga tahun terakhir ini telah merusak berbagai ekosistem yang ada.
"Hutan sagu rusak dan pasti akan menuju kepunahan, pencarian ikan di pesisir danau Sentani makin berkurang karena adanya penimbunan material tanah akibat pelebaran jalan yang menggusur bukit/gunung, kemudian dibuang ke bibir Danau Sentani," katanya.
Lien yang juga Ketua P3W GKI di tanah Papua, mengatakan hutan sagu sebenarnya dilindung oleh peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah setempat yakni Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 tahun 2000 tentang larangan pembangunan diatas kawasan hutan sagu. Didalam Perda itu, lanjut perempuan paruh baya itu, didalam Bab IX pasal 19 menyatakan, setiap orang karena kelalaiannya mengakibatkan musnahnya kawasan hutan sagu diancam dengan sanksi selama-lamanya enam bulan penjara dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp5 juta.
"Dan di pasal 3 ayat (2) disebutkan, pelaksanaan pengawasan, pemeliharaan dan pelestarian hutan sagu menjadi tanggung jawab semua warga masyarakat dan pemerintah kecamatan/distrik setempat. Pasal lainya juga menyebutkan, hutan sagu dapat dijadikan sebagai obyek wisata dan atau Obyek Penelitian," kata aktivis perempuan ini.
Sementara itu, staf dari Balai Arkeologi Jayapura, Hari Suroto, juga berpendapat sama. Saat ini hutan sagu di kawasan pesisir Danau Sentani terancam punah oleh pembangunan ataupun pelebaran jalan raya Sentani-Abepura, akibat pelebaran jalan ini banyak pohon sagu yang ditebang.
Selain itu, hutan-hutan sagu banyak ditebang guna pembangunan ruko. Pohon sagu juga akan cepat punah karena masyarakat sentani telah menggunakan mesin pengolah sagu modern yang efisien sehingga proses pembuatan tepung sagu dapat dilakukan relatif singkat serta dapat memproses lebih banyak batang sagu untuk digiling.
"Bukti arkeologi menunjukkan bahwa pemanfaatan sagu sebagai bahan makanan sudah ada sejak jaman prasejarah yaitu dengan ditemukanya alat tokok sagu prasejarah di situs Bukit Yomokho Sentani, kabupaten Jayapura pada beberapa waktu lalu," katanya.
Menurut dia, jika hal ini dibiarkan terus menerus maka hutan sagu di Kawasan Sentani akan habis, melestarikan hutan sagu berarti menjaga ketahanan pangan, jika sagu tidak ada lagi di Sentani maka masyarakat Sentani jika ingin membuat papeda harus mengimpor sagu dari daerah lainya di Papua atau bahkan dari Papua New Guinea.
"Sebaiknya pemerintah setempat secepatnya melestarikan hutan sagu, yang berarti melestarikan makanan asli Sentani yaitu papeda," kata alumnus jurusan Arkelog Universitas Udayana ini.
Untuk mencegah hal ini perlunya membangkitkan kembali nilai-nilai budaya lokal setempat yang berkaitan dengan pelestarian hutan sagu, penanaman kembali pohon sagu dan penegakan hukum, tambahnya.
SUMBER : http://sinarharapan.co/news/read/11061/pohon-sagu-sentani-terancam-punah
OLEH : Alfred Pekei
Posting Komentar